Sebagaimanahal ini telah diterangkan di artikel: Shalat di Masjid yang Ada Kubur. Baca pula artikel Menjadikan Kubur Sebagai Masjid. Larangan Membuat Bangunan di Atas Kubur. Larangan yang dimaksud adalah dan membuat bangunan atau rumah atau memasang kijing (marmer) di atas kubur. Pertama, perkataan 'Ali bin Abi Tholib,
Fatwa Syaikh Abdul Aziz Bin BaazFatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al UtsaiminFatwa Syaikh Abdul Aziz Bin BaazSoalSaya amati di tempat kami sebagian kuburan disemen dengan ukuran panjang sekitar 1 m dan lebar 1/2 meter. Kemudian pada bagian atasnya ditulis nama mayit, tanggal wafat, dan terkadang ditulis juga kalimat seperti “Ya Allah rahmatilah Fulan bin Fulan…”, demikian. Apa hukum perbuatan seperti ini?JawabKuburan tidak boleh dibangun, baik dengan semen cor ataupun yang lainnya, demikian juga tidak boleh menulisinya. Karena ada hadist yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang melarang membangun kuburan dan menulisinya. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari hadits Jabir radhiallahu’anhu, beliau berkataنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kuburan dikapur, diduduki, dan dibangun”At Tirmidzi dan ulama hadits yang lain juga meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang shahih, namun dengan lafadz tambahanوَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ“dan juga dilarang ditulisi”Karena hal itu termasuk bentuk sikap ghuluw berlebih-lebihan, sehingga wajib itu, menulis kuburan juga beresiko menimbulkan dampak atau konsekuensi berupa sikap ghuluw berlebihan dan sikap-sikap lain yang dilarang syar’iat. Yang dibolehkan adalah mengembalikan tanah galian lubang kubur ke tempatnya lalu ditinggikan sekitar satu jengkal sehingga orang-orang tahu bahwa di situ ada kuburan. Inilah yang sesuai sunnah dalam masalah kuburan yang dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabatnya radhiallahu’ boleh pula menjadikan kuburan sebagai masjid tempat ibadah, tidak boleh pula menaunginya, ataupun membuat kubah di atasnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah” Muttafaqun alaihiJuga berdasarkan hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin Abdillah Al Bajali radhiallahu’anhu, beliau berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika lima hari sebelum hari beliau meninggal, beliau bersabda إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil kekasih-Nya sebagaimana Ia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku, maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para Nabi dan orang shalih diantara mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid tempat ibadah, karena sungguh aku melarang kalian melakukan hal itu”Hadits-hadits yang semakna dengan ini sangatlah memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan taufiq kepada muslimin agar senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah Nabi mereka Shallallahu’alaihi Wasallam dan tegar di atasnya, serta senantiasa diperingatkan dari segala ajaran yang menyelisihinya. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Syaikh Muhammad bin Shalih Al UtsaiminSoalApa hukum membangun kuburan?JawabMembangun kuburan hukumnya haram. Ini telah dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, karena dalam perbuatan ini ada unsur pengagungan terhadap ahlul qubur si mayit. Perbuatan ini juga merupakan wasilah dan perantara yang membawa kepada penyembahan kuburan tersebut. Sehingga nantinya kuburan tersebut menjadi sesembahan selain Allah. Realita ini sudah banyak terjadi pada bangunan-bangunan kuburan yang sudah ada, dan akhirnya orang-orang berbuat syirik terhadap si mayit penghuni kubur tersebut. Mereka jadi berdoa kepada si mayit selain juga berdoa kepada Allah. Berdoa kepada mayit penghuni kuburan dan ber-istighatsah kepadanya untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan adalah bentuk syirik akbar dan pelakunya terancam keluar dari Yulian PurnamaArtikel
Haditshadits larangan tersebut menunjukkan tentang haramnya membangun masjid di atas kubur dan tidak boleh me-nguburkan mayat di dalam masjid. [9] 2. Tidak boleh shalat di masjid yang di sekelilingnya terdapat kuburan. [10] Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya:
Membangun masjid di atas kuburan merupakan persoalan yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh setiap Muslim. Masalah ini perlu dikaji berdasarkan keterangan para Ahli Ilmu. Tujuannya agar setiap Muslim terhindar dari terjerumus dalam suatu perbuatan yang dibenci oleh syariat Islam. Sementara, karena ketidak tahuannya, seseorang merasa perbuatan itu lumrah saja dilakukan. Untuk itulah tulisan ini dihadirkan untuk menerangkan persoalan membangun masjid di atas kuburan berdasarkan penjelasan para ahli ilmu. Daftar IsiPengertian Menjadikan Kuburan Sebagai MasjidHukum Membangun Masjid di atas Kuburan1. Pendapat pertama2. Pendapat keduaLandasan Hukum Masing-Masing PendapatA. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalahB. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas KuburanBagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi?Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Sumber Pengertian Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid Yang mungkin dipahami dari maksud menjadikan kuburan sebagai masjid adalah tiga makna berikut ini Shalat di atas kuburan dalam arti sujud di atasnya. Sujud ke arahnya dan menghadap kepadanya dengan shalat dan berdoa. Membangun masjid-masjid di atas kuburan dan bertujuan shalat di dalamnya. Masing-masing dari makna ini merupakan pendapat sekelompok ulama. Dan pada masing-masing makna tersebut terdapat nash-nash yang jelas dari pemimpin para Nabi ﷺ. [1] Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum membangun masjid di atas kuburan, sehingga muncul dua pendapat, yaitu 1. Pendapat pertama Bahwa membangun masjid di atas kuburan haram hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbali [Lihat lbnu Abdul Barr, Al-Kafi, 1/470; Al-Bahuti, Kasysyaf … 2/141 dan Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir 1/579] Dan diungkapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi [Lihat Al-Fatawa Al-Al Amkiriah yang terhimpun dalam Al Fatawa Al-Hindiah, 1/166] bahwa hukumnya makruh yang konsekuensinya adalah pengharaman. Namun, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq mengatakan,’Konsekuensi makruh di sini adalah harus bersifat pengharaman. Karena pada prinsipnya, makruh itu jika diucapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi, yang dimaksud adalah pengharaman. Sebagaimana dengan tegas hal itu ditulis lbnu Abidin dalam hasyiyahnya. Sebagaimana dapat dipahami pula dari jenis dalil-dalil yang muncul berkenaan dengan masalah ini sebagaimana diisyaratkan oleh lbnu Abidin pula.” Lihat lbnu Abidin, ibid., 1/405 2. Pendapat kedua Perbuatan tersebut makruh hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafi’i. [Lihat Asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab, dan An-Nawawi, Al-Majmu’ Keduanya dicetak dalam satu jilid, 5/316.] Kebanyakan pemakaian lafazh makruh’ oleh Asy Syaf’i Rahimahullah dan para sahabatnya dimaksudkan adalah makruh yang wajib dijauhi. An-Nawawi rahimahullah sebelum masalah ini ketika memaparkan pembahasan tentang duduk di atas kuburan dan mendiskusikan dengan mereka yang mengharamkannya, berkata ”Namun, ungkapan Asy-Syafi’i dalam kitabnya, Al Umm, dan semua sahabat seiring sejalan, seluruhnya membenci duduk di atas kuburan, dan makruh menurutnya adalah makruh yang wajib ditinggalkan, sebagaimana masyhur pula dalam pemakaian oleh para ahli hadits.” An-Nawawi, 5/312. rahimahullah dalam hal ini berkata, “Semua nash dari Syafi’i dan kawan – kawan selalu sejalan dan semuanya menunjukkan bahwa makruh hukumnya membangun masjid di atas kuburan, baik si mayit adalah orang yang sangat terkenal kebaikannya dan lain-lain karena makna umum hadits itu. [Al-Majmu’ 5/316] Jadi ia telah menegaskan bahwa perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan. [Lihat Fatawa An-Nawawi, hlm. 46.] Sumber Landasan Hukum Masing-Masing Pendapat A. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalah 1. Apa yang datang dari Aisyah dan lbnu Abbas Radhiyallahu anhuma keduanya berkata Ketika ia Ibnu Abbas berkunjung kepada Rasulullah ﷺ, beliau melemparkan baju tebal beliau ke wajah lbnu Abbas. Ketika telah sesak napasnya, beliau membuka wajahnya dan bersabda, Demikian ini pula laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid’.” Dan beliau memperingatkan dengan keras atas apa yang mereka perbuat. [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Masajid, Bab “Ash-shalat fii Al-Bi’ah”, hadits no. 425, 1/168; dan Shahih Muslim, Kitab Al Masajid wa Mawadhi’u Ash-shalat, Bab “An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur,” hadits no. 531, 1/315] Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits ini adalah bahwa Rasulullah ﷺ melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena perbuatan mereka tersebut sehingga hadits ini menunjukkan keharamannya. Jika perbuatan tersebut mubah hukumnya tentu Nabi ﷺ tidak melaknat para pelakunya. [Lihat Al-Maqdisi, Asy-Syarh At-Kabir… op’cit, 1/579] 2. Apa yang datang dari Aisyah bahwa Ummu salamah menyebutkan di hadapan Rasulullah ﷺ tentang sebuah gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah bernama Maria’. la menyebutkan kepada beliau tentang segala yang ia lihat di dalamnya berupa gambar – gambar. Maka Rasulullah ﷺ bersabda “Mereka adalah suatu kaum yang jika ada di kalangan mereka seorang hamba yang shalih atau pria yang shalih meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka menggambar gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.” [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al – Masajid, Bab Ash-Shalat fii Al-Bi’ah, hadits no. 424, 1/167] Hadits ini jelas menunjukkan larangan atas perbuatan semacam ini. 3. Apa yang telah datang dari Jundub Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Aku mendengar Nabi ﷺ lima malam sebelum beliau wafat bersabda “Sesungguhnya aku berlepas diri dan kembali kepada Allah jika aku memiliki kekasih dari antara kalian. Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah menjadikan lbrahim sebagai kekasih. Jika aku diperbolehkan untuk menentukan kekasih di antara kaumku, tentu kujadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid-masjid. Ketahuilah, janganlah kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian semua dari perbuatan itu.” [Shahih Muslim, Kitab Al-Masajid wa Mawadhi’i Ash-Shalat, Bab An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur…”, hadits no. 528, 1/314] Hadits ini adalah salah satu hadits yang paling gamblang menerangkan larangan tentang permasalahan tersebut. Dalam hadits itu Rasulullah ﷺ secara gamblang melarang perbuatan tersebut. Larangan beliau yang demikian itu berkonotasi pengharaman. 4. Apa yang datang dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda “Allah melaknat para wania peziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburan masjid-masjid dan lanpu-lampu.” [Sunan Abu Dawud, Kitab Al-Janaiz, Bab “Fii Ziyarati An-Nisa Al-Qubur, hadits no. 3236, 3/ 218; Sunan At-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalat, Bab “Ma Ja’a fii Karahiyati an Yattakhidza ala Al-Qabri Masjidan’, hadits no. 320, 2/136; Sunan An-Nasa’i, Kitab Al Janaiz, Bab “At-Taghlizh fii Ittikhadzi As-Sarji ala Al-Qubur,’ hadits no. 2042, 4/ 400; Sunan lbnu Majah, Kitab Al-Janaiz, Bab Ma Ja’a fii An-Nahyi an Ziyarati An-Nisa Al-Qubur’, hadits no. 1575, 1/502. Lafazhnya zawwarat para wanita penziarah. At-Tirmidzi berkata, “Hadits lbnu Abbas adalah hadits hasan”. Lihat Sunan At-Tirmidzi 2/137.] B. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum makruh. Sumber Pendapat yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas Kuburan Pendapat yang paling kuat -Wallahu Ta’ala A’lam- adalah pendapat pertama, bahkan pendapat itulah yang akan segera muncul di benak orang yang mempelajari dalil-dalil yang berkenaan dengan permasalahan ini. Demikian pula orang yang memiliki kelebihan kemampuan untuk memahami hikmah syariat yang menetapkan penutupan celah-celah kesyirikan dan kesesatan. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan masjid-masjid di atas kuburan merupakan sarana terbesar yang mengantarkan kepada tindakan mengkultuskan orang-orang yang telah meninggal, mengagungkannya dan pada gilirannya menimbulkan fitnah karenanya. Pemahaman ini diperkuat oleh akal sehat dan kenyataan sejarah di tengah-tengah umat-umat terdahulu sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Nabi ﷺ. Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata, Aku sangat membenci pengagungan makhluk hingga menjadikan kuburnya sebagai masjid karena khawatir fitnah atas dirinya dan orang-orang setelahnya.” [Al-Majmu'5/314 dengan makna yang sama dalam kitab Al-Umm, 1/317][ii] Demikian ringkasan dari keterangan Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq dalam buku Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam edisi terjemah mengenai hukum membangun masjid di atas kuburan. Hal ini juga berlaku untuk musholla. Karena tidak ada perbedaan antara masjid dan mushola. Bagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi? Bagaimana Memberikan Jawaban kepada Para Penyembah Kuburan Seputar Klaim Dikuburkannya Nabi ﷺ di dalam Masjid Nabawi? Apakah ini bagian dari keutamaan Masjid Nabawi? Kuburan Nabi di dalam Masjid Nabawi. Sumber Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Jawabannya dari beberapa aspek Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi ﷺ masih hidup. Bahwa Nabi ﷺ tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa ini adalah sarna artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid’, akan tetapi beliau ﷺ dikuburkan di rumahnya. rumahnya berdampingan dengan masjid sebab sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.. Bahwa melokalisir rumah Rasulullah ﷺ juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi’in. Bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng dari arah kiblat. Dengan demikian, gugurlah argumentasi para budak penyembah kuburan tersebut . Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh lbnu Utsaimin Juz ll, Mengenai Hadits yang disebutkan oleh penerjemah fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah di atas, redaksinya adalah sebagai berikut Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Ketika Rasulullah ﷺ meninggal, para sahabat berselisih dalam hal pemakamannya. Maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, Aku telah mendengar dari Rasulullah ﷺ satu hadits yang tidak akan kulupakan. Beliau bersabda ماَ قَبَضَ اللهُ نَبِيًّا إِلاَّ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيْهِ, فَدَفَنُوْهُ فيِ مَوْضِعِ فِرَاشِهِ. “Tidaklah Allah mewafatkan seorang Nabi kecuali di tempat yang Allah sukai sebagai tempat pemakamannya.” Kemudian para Sahabat memakamkannya di tempat tidurnya.” [Hadits Shahih. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir 5649; Sunan at-Tirmidzi II/242, no. 1023]. Referensi Penulisan [i] Lihat situs ini di bawah pengawasan umum Syaikh Alawi Abdul Qadir As Saqqaf. [ii] Lihat Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam, karya Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq, Penerbit Pustaka Darul Falah, halaman 311-315. Dengan sedikit perubahan pada format penulisan.. [3] Lihat Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq, Jilid 1, halaman 27-28.
Perintahdari Allah di atas untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). "Kesyirikan bani Adam sering kali bersumber dari dua hal pokok. yang pertama adalah mengagungkan kubur orang saleh dan membuat patung atau gambar mereka dengan tujuan mencari berkah.(Majmu' al
/ Publikasi Jum'at, 24 Oktober 2008 1514 Dari Jabir bin Abdillah ia berkata, “Rasulullah saw. melarang menyemen kubur, duduk di atasnya dan mendirikan bangunan di atasnya,” HR Muslim [970]. Kandungan Bab Hadits ini merupakan dalil haramnya mendirikan bangunan di atas kubur, menyemen dan duduk di atasnya. Ibnu Hazm berkata dalam kitab al-Muhallaa V/33, “Dilarang membangun kubur atau menyemennya dan dilarang pula menambah-nambahi sesuatu selain dari tanah bekas galiannya. Semua tambahan itu harus dirubuhkan diratakan.” Berdasarkan Sunnah Nabi, kubur yang tinggi harus dirubuhkan dan diratakan. Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib bahwa ia berkata, “Ketahuilah, aku akan mengutusmu untuk sebuah tugas yang dahulu pernah Rasulullah tugaskan kepadaku, yaitu janganlah biarkan patung kecuali engkau menghancurkan dan janganlah biarkan kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan!” HR Muslim 969. Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar IV/131, “Dalam hadits disebutkan bahwa menurut Sunnah Nabi kubur tidak boleh ditinggikan terlalu tinggi, tanpa ada beda antara kubur orang yang terpandang dengan yang lainnya. Zhahirnya, meninggikan kubur lebih dari kadar yang dibolehkan hukumnya haram. Demikianlah yang telah ditegaskan oleh rekan-rekan imam Ahmad dan beberapa orang rekan Imam asy-Syafi’i dan Malik. Pendapat yang mengatakan bahwa meninggikan kubur tidaklah terlarang karena telah dilakukan oleh kaum Salaf dan Khalaf tanpa ada pengingkaran seperti yang diutarakan oleh Imam Yahya dan al-Mahdi dalam kitab al-Ghaits adalah pendapat yang tidak benar! Paling minimal dikatakan bahwa mereka mendiamkannya. Dan diam bukanlah dalil dalam perkara-perkara zhanniyah, dan pengharaman meninggikan kubur termasuk zhanniyah. Termasuk meninggikan kubur yang dilarang dalam hadits adalah membuat kubah-kubah dan masyhad bangunan di atas kubur. Dan juga hal itu termasuk menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid tempat peribadatan. Rasulullah saw. telah melaknat orang-orang yang melakukannya. Berapa banyak kerusakan-kerusakan yang timbul akibat membangun kubur dan menghiasnya? kafir terhadap berhala-berhala mereka. Bahkan lebih parah lagi mereka beranggapan kubur-kubur itu mampu membawa manfaat dan menolak mudharat, mereka jadikan tujuan untuk meminta hajat, tempat bersandar dalam meraih kesuksesan, mereka meminta kepadanya seperti seorang hamba meminta kepada Rabb-nya, mereka mengadakan perjalanan untuk mencapainya, mengusap-usap dan memohon perlindungan kepadanya. Secara keseluruhan tidak satu pun perkara yang dilakukan oleh kaum Jahiliyyah terhadap berhala-berhala mereka melainkan para penyembah kubur itu juga melakukannya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Meskipun kemungkaran dan kekufuran ini sangat keji dan parah namun tidak kami dapati orang yang marah karena Allah dan tergerak untuk melindungi agama yang hanif ini. Baik orang alim, kaum pelajar, amir, wazir atau raja! Bahkan menurut banyak berita yang sampai kepada kami yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya, bahwa kebanyakan diri para penyembah kubur atau bahkan mayoritas mereka apabila dihadapkan kepada sumpah dari pihak yang berseberangan dengan mereka, maka tanpa segan mereka bersumpah demi Allah secara keji. Kemudian apabila dikatakan kepadanya setelah itu Bersumpahlah atas nama Syaikh atau wali Fulan, maka ia bimbang, menahan diri dan menolak lalu mengakui kebenaran. Ini merupakan dalil nyata yang menunjukkan kemusyrikan mereka melebihi kemusyrikan orang-orang yang mengatakan Tuhan itu satu dair dua oknum atau tuhan itu satu dari tiga oknum! Wahai ulama syari’at, wahai raja-raja kaum Muslimin, musibah apakah yang lebih besar bagi Islam selain kekufuran! Bala apakah yang lebih mudharat bagi agama selain penyembah kepada selain Allah! Adakah maksiat yang menimpa kaum Muslimin yang menyamai maksiat ini?! Kemungkaran manakan lagi yang lebih wajib diingkari selain kemunkaran syirik yang nyata ini!? Andaikata yang engkau minta itu hidup Niscaya permintaanmu telah sampai kepadanya Namun tiada kehidupan bagi orang yang engkau minta Sekiranya memang api, niscaya akan hidup bila dihembus Namun sayang, ternyata engkau menghembus pasir bukan api Apa hukumnya memplester kubur dengan tanah semacam gundukan? Guru kami, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, menjelaskannya dalam kitab Ahkaamu Janaa-iz, hal. 205-206, “Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama Pertama Hukumnya makruh, demikian ditegaskan oleh Imam Muhammad -sahabat Abu Hanifah-. Makruh dalam pengertian mereka adalah haram apabila disebutkan secara mutlak. Pendapat ini juga dipilih oleh Abu Ja’far dari ulama Hambali seperti yang disebutkan dalam kitab al-Inshaaf II/549. Kedua Tidak mengapa atau boleh. Pendapat ini dinukil oleh Abu Dawud [158] dari Imam Ahmad dan ditegaskan pula dalam kitab al-Inshaaf. Imam at-Tirmidzi [II/155] menukil pendapat ini dari asy-Syafi’i. an-Nawawi mengomentarinya, “Pendapat beliau Imam asy-Syafi’i tidak dikomentari oleh sahabat-sahabat beliau. Maka pendapat yang benar adalah hukumnya tidak makruh seperti yang beliau tegaskan karena tidak ada dalil larangannya.” Saya -yakni Syaikh al-Albani- katakan, “Barangkali pendapat yang benar adalah menurut perincian berikut ini Apabila tujuan membuatnya untuk menjaga kubur dan agar kubur tetap tinggi menurut kadar yang diizinkan syariat atau agar tidak hilang tanda-tanda kubur bila diterpa angin atau agar tidak merusak bila ditimpa hujan, tentu saja hal itu boleh tanpa adanya keraguar. Karena akan terwujud salah satu tujuan syariat, barangkali inilah salah satu bentuk alasan bagi para ulama Hambali yang mengatakan mustahab. Namun apabila tujuannya untuk mempercantik atau sejenisnya yang tidak ada faidahnya maka hukumnya tidak boleh karena hal itu adalah bid’ah.” Sumber Diadaptasi dari Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari Pustaka Imam Syafi’i, 2006, hlm. 1/601-602. Post Views 56 Terakhir diperbaru Jum'at, 24 Oktober 2008 1514, Dalam Jenazah
Indonesiayang lebih senior seperti Abdullah Sungkar alias Ustadz Abdul Halim from HISTORY HSE3013 at Sultan Idris University of Education
– Salah satu perkara yang seringkali dianggap oleh segenap Umat Islam sebagai perbuatan yang Haram dan bisa mendekatkan orang pada kesyirikan adalah perkara membangun masjid di sisi kuburan atau makam. dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi. DONASI SEKARANG Salah satu Ulama yang menyatakan bahwa Membangun masjid di sisi kuburan sebagai Haram adalah Ibnu Taimiyah, yang kemudian Fatwanya di ikuti oleh kelompok Wahabi yang ada di Indonesia. Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Qaidah al-Jalilah halaman 22, menjelaskan bahwa “Nabi melarang menjadikan kuburannya sebagai mesjid, tidak memperbolehkan seseorang di saat waktu-waktu shalat untuk berziarah, shalat dan berdoa di sisi kuburannya, sekalipun maksudnya untuk beribadah kepada Allah. Bisa jadi, mengakibatkan seseorang melakukan doa dan shalat untuk ahli kubur, mengagungkan dan menghormatinya. Atas dasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram”. Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut 1. Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani dikarenakan mereka telah menjadikan kubur para nabinya sebagai tempat ibadah”. HR. Bukhari jilid 2 dalam kitab al-Jana’iz, hadis serupa dapat ditemukan dalam kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 871. 2. Sewaktu, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menemui Rasulullah dan berbincang-bincang tentang tempat ibadah gereja yang pernah di lihatnya di Habasyah, Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka adalah, kaum yang setiap ada orang saleh dari mereka yang wafat, mereka membangun tempat ibadah di atasnya dan menghadapkan wajahnya hanya ke situ. Mereka di akhirat kelak tergolong makhluk yang buruk di sisi Allah”. Shahih Muslim jilid 2 hal. 66 kitab al-Masajid. 3. Jundab bin Abdullah al-Bajli menyatakan, “Aku mendengar lima hari sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau bersabda, Ketahuilah, sesungguhnya sebelum kalian, terdapat kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Namun, janganlah kalian melakukan semacam itu. Aku ingatkan hal itu pada kalian’”.Shahih Muslim jilid 1 hal. 378. 4. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau pernah bermunajat kepada Allah Swt. dengan berkata, “Ya Allah, jangan engkau jadikan kuburku sebagai tempat penyembahan berhala. Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat ibadah”. Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 2 Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, para pengikut Wahabi-Salafi akhirnya dijadikan hujjah dan dasar untuk mencela, menghina dan menyebut syirik terhadap pusara Wali songo sembilan atau para Sunan di Indonesia, yang kebanyakan di sisi makam mereka terdapat bangunan masjid. Baiklah, kita menghargai pendapat dan ijtihad mereka dalam hal ini. Namun, terdapat beberapa poin yang harus dapat kita perhatikan untuk mengkritisi dalil mereka ini Hadis dari Ummu Salamah dan Ummu Habibah yang disebutkan di atas tadi, jelas tujuannya dan niat kaum Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan orang-orang saleh sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai kiblat arah ibadah yaitu menghadapkan wajah mereka sewaktu bersujud. Perbuatan yang seperti inilah yang dilarang tegas oleh Rasulullah Muhammad Saw. Adapun, jika membangun masjid di sisi kuburan seorang waliyullah sekedar untuk mengharap berkah dari Allah berperantarakan Wali tersebut. Dalam mensyarah hadis tadi, Al-Baidhawi menyatakan, “Hal itu, karena kaum Yahudi dan Nasrani selalu mengagungkan kuburan para nabi dengan sujud dan menjadikannya sebagai kiblat arah ibadah. Atas dasar inilah, akhirnya Umat Islam dilarang untuk melakukan hal yang sama, karena merupakan perkara syirik yang nyata. Namun, apabila masjid dibangun di sisi kuburan seorang hamba yang saleh dengan niat tabarruk mencari berkah, maka pelarangan yang terdapat pada hadis tadi tidak dapat diterapkan padanya.” Begitu juga sebagaimana dijelaskan As-Sanadi dalam mensyarah kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 41, ia mengatakan, “Nabi melarang umatnya untuk melakukan perbuatan yang mirip perilaku Yahudi dan Nasrani dalam memperlakukan kuburan para nabi mereka, baik dengan menjadikannya sebagai tempat sujud, pengagungan maupun arah kiblat, serta menghadapkan wajahnya ke arahnya kubur sewaktu ibadah”. Hadis diatas menyebutkan adanya larangan membangun masjid “diatas” kuburan bukan di sisi di samping kuburan. Letak perbedaan redaksi inilah yang kurang diperhatikan oleh kelompok ini dalam berdalil. Selain itu, tidak jelas pula apakah pelarangan dalam hadis itu menjurus kepada hukum haram atau hanya sekedar makruh saja. Hal itu, disebabkan karena Imam Bukhari dalam Kitab sahihnya jilid 2 mengumpulkan hadis-hadis itu dalam bab “apa yang dimakruhkan menjadikan masjid diatas kuburan” ma yukrahu min itikhadz al-Masajid alal Qubur. Ini menjelaskan bahwa hal tersebut sekedar pelarangan yang bersifat makruh yang sepatutnya dihindari, namun bukan juga mutlak dihukumi haram. Syeikh Abdullah Harawi di dalam kitab al-Maqalat as-Saniyah menjelaskan hadis di atas; “Hadis tadi diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan ibadah di atas kuburan para nabi dengan niat untuk mengagungkan kuburan mereka. Ini terjadi, jika posisi kuburan itu tampak dan terbuka. Jika tidak, melaksanakan shalat disitu tidak haram hukumnya”. Senada dengan itu, Abdul Ghani An-Nablusi, Seorang ulama Ahlussunnah yang bermazhab Hanafi di dalam kitab al-Hadiqah ast-Tsaniyah jilid 2 hal. 631, menjelaskan; “Jika membangun masjid di sisi kuburan makam orang saleh atau di samping kuburannya yang cuma berfungsi untuk mengambil berkahnya saja, tanpa ada niat untuk mengagungkan menyembahnya, maka hal itu tidak mengapa. Sebagaimana kuburan Nabi Ismail terletak di Hathim di dalam Masjidil Haram, dimana tempat ini adalah sebaik-baik tempat untuk melaksanakan shalat” Hal serupa dijelaskan oleh Allamah Badruddin al-Hautsi di dalam kitab Ziarah al-Qubur hal. 28, “Arti dari menjadikan kuburan sebuah masjid adalah, seseorang menjadikan kuburan sebagai kiblat arah ibadah dan untuknya di laksanakan peribadatan”. Di dalam kitab al-Mu’jam al-Kabirjilid 3 hal. 204, At-Thabrani mengatakan, di dalam masjid Khaif terdapat delapan puluh makam para nabi, padahal mesjid itu sudah ada sejak zaman salafussaleh. Lalu, mengapa para salafussaleh tetap mempertahankan masjid tersebut? Jika itu dianggap sebagai perbuatan syirik haram, maka sepatutnya sejak dulu sudah dihancurkan oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabat mulia beliau. Allah Swt. berfirman di dalam Surah Al Kahfi ayat 21; “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, Dirikanlah sebuah bangunan di atas gua mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.’ Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan masjid diatasnya.’” QS. al-Kahfi [18] 21 Memahami ayat di atas, Para ulama tafsir Ahlusunnah wal Jamaah berpendapat, bahwa para penguasa saat itu adalah orang-orang ahli tauhid kepada Allah Swt., bukan orang-orang musyrik penyembah kuburan quburiyun. Sebagaimana yang dijelaskan oleh az-Zamakhsari dalam kitab Tafsir al-Kasyaf jilid 2 Fakhrur-razi dalam kitab Mafatihul Ghaib jilid 21 Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab al-Bahrul Muhith dalam menjelaskan ayat 21 dari surah al-Kahfi tadi dan Abu Sa’ud dalam kitab Tafsir Abi Sa’ud jilid 5 hal. 215. Jelas sekali, mayoritas kaum ahli tauhid monoteis saat itu sepakat untuk membangun masjid di atas makam Ashabul-Kahfi. Al-Quran bukan hanya sekedar kitab cerita, hanya menceritakan peristiwa-peristiwa menarik zaman dahulu tanpa memuat ajaran sebagai pedoman hidup kaum muslimin. Jika kisah pembangunan mesjid di atas makam Ashabul-Kahfi termasuk perbuatan syirik, pastilah Allah Swt. menyindir dan mencela hal itu dalam lanjutan kisah tadi, karena syirik adalah jelas perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Swt.. Namun, nyatanya Allah Swt. tidak melakukan teguran baik secara langsung maupun tidak langsung sindiran. Abu Jundal, adalah salah seorang sahabat mulia Rasulullah Saw. dalam catatan Para Ulama sejarah dijelaskan bahwa “Suatu ketika, sepucuk surat Rasulullah sampai ke tangan Abu Jundal. Saat surat itu sampai, Abu Bashir sahabat Rasulullah yang menemani Abu sedang sekarat. Ia wafat dalam posisi menggenggam surat Rasulullah. Lalu Abu Jundal mengebumikan Abu Bashir di tempat itu dan membangun masjid di atasnya.” Kisah di atas, dapat dilihat dalam karya Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir jilid 8 atau di dalam kitab al-Isti’ab jilid 4 hal. 21-23 karya Ibnu Hajar. Pertanyaannya kemudian adalah apakah mungkin seorang sahabat mulia Rasulullah seperti Abu Jundal telah melakukan perbuatan syirik? dan Apakah Rasulullah, serta para sahabat tidak tahu akan peristiwa itu? dan Jika itu perbuatan syirik, mengapa Rasulullah Saw. sendiri atau para sahabatnya tidak mememberi teguran kepadanya? Maka dari sini sudah jelas bahwa membangun masjid di sisi kuburan merupakan hal yang diperbolehkan di dalam Islam sebagaimana dalil dari ayat al-Qur’an dan perilaku Salafussaleh, berbeda dengan apa yang diklaimkan oleh kelompok pencela di atas sebelumnya. Bukti lain bahwa di dalam Mesjid Nabawi Madinah, terdapat kuburan manusia termulia di sana, yaitu Rasulullah Saw. sendiri, serta sahabatnya yang mulia Sayidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khattab [ Bahkan di masjid inilah jutaan Umat Islam dari seluruh Dunia mendirikan shalat baik di samping, di belakang, dan di depan kuburan mulia ini. Letaknya pun bukan di sisi tetapi malah di dalam Masjid Nabawi. Kesimpulannya adalah membangun masjid di sisi bukan diatas kuburan manusia mulia para nabi atau wali untuk pencarian berkah, menurut ahlus sunnah wal jama’ah adalah Boleh. Wallahu a’lam. Author Recent Posts Alumni Pondok Pesantren Al-badar Pare-Pare, Mahasantri Pondok Pesantren Yasrib, Watansoppeng
1 Tabur bunga di atas kuburan adalah taglid terhadap nenek moyang dan peniruan terhadap kaum agama lain yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. 2. Tabur bunga adalah amalan yang diada-adakan dan dihibung-hubungkan dengan dalil,padahal sesungguhnya adalah peniruan terhadap kaum Yahudi dan Nasrani. 3.
MEMBINA KUBAH DAN MASJID DI SISI MAKAM Disediakan oleh Al-haqir Wal- faqir Abd. Raof Nurin Al Bahanji Al-Aliyy. Pondok Tampin NSDK. ألسلام عليكم ورحمة الله وبركتة . Wahabi berdalil dengan serangkaian hadis mengharamkan pembangunan kubah dan masjid di sisi makam berdasarkan beberapa kefahaman daripada hadis ini. Imam Bukhari meriwayatkan dua hadis di dalam Sahihnya pada bab “Makruh menjadikan kuburan sebagai masjid”. Pertama Ketika Hasan bin Hasan bin Ali meninggal dunia, isterinya memasang sebuah kubah di atas kuburan, ketika setahun kemudian ia mengangkatnya kembali, orang –orang mendengar suara teriakkan “Apakah mereka telah menemukan yg hilang?”, Suara yg lain mengjawab “Bahkan mereka berputus asa dan berbalik”. Kedua Allah melaknat orang- orang Yahudi dan Nasrani yg menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid. Siti Aishah berkata , jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi akan menjadikan Masjid nescaya kaum muslimin akan menampakkan makam Baginda yakni tidak meletakkan perghalang/tutupan dinding di sekitarnya, hanya saja saya khuatir makamnya dijadikan masjid. Ketiga Dalam sahih Muslim, jilid 2 m/s 68 “ Ketahuilah bahawa orang – orang sebelum kamu menjadikan Makam Nabi – Nabi mereka sebagai Masjid, maka janganlah sekali- kali sekelian kamu menjadikan kubur sebagai masjid, saya mencegah kamu semua dari berbuat begitu.” Keempat Sahih Muslim Kitab Al- Masajid jilid 2 m/s 66 “ Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan , bahawa keduanya melihat lukisan rupa Rasul Allah di sebuah gereja di Habsah yakni ketika mereka berhijrah kesana bersama muhajirin ketika hijrah pertama. Rasullah bersabda “ Mereka adalah golongan orang yg apabila ada orang soleh di kalangan mereka meninggal dunia, mereka membangunkan masjid diatas makam dan melukis lukisan- lukisan tersebut, mereka adalah paling jahat makhluk di sisi Allah di hari kiamat”. Kelima Sunan Nasa`I jilid 3 m/s 77 “ Rasullah melaknat wanita- wanita yg berziarah kekubur , orang- orang yg menjadikannya sebagai masjid serta orang yg menyalakan lampu di tempat tersebut.” Inilah beberapa dalil yg diutarakan oleh golongan Wahabi, sehingga mereka meruntuhkan kubah- kubah yg di bina beratus tahun dan merosakkan sebahagian besar daripada kesan sejarah warisan daripada sahabat Radiallahu Anhum khususnya daripda Rasullah . Sehingga pada hari ini usahkan kelihatan zahirnya tempat-tempat perjalanan peristiwa penting didalam agama, namanya pun hampir tidak kedengaran lagi. Misalnya Telaga Mengambil Wuduk yg berada di sekitar Masjid Nabi Beberapa kesan sejarah yg berada di Badar Al- Kubra yg telah mereka hapuskan. Ini boleh kita dapati dengan membaca dan menelitinya daripada ulasan Pakar Sejarah , Doktor Husain Haikal. Beliau telah menitiskan air mata kesayuan apabila sampai di Badar Al- Kubra, tatkala mendapati tiada satupun kesan zahir yg ketinggalan melainkan telah lenyap- selenyapnya oleh penbenterasan Wahabi. Ibnu Taimiyah adalah orang yg mula- mula menyebarkan keyakinan ini sedang Muhammad bin Abdul Wahab Pengasas Wahabi adalah yg selalu yg mengikutinya. Beliau menafsirkan bahawa tidak boleh membangunkan masjid di atas atau di sebelah makam. Ibnu Taimiyah juga menulis “Bahawa ulamak kita berkata bahawa tidak boleh dibangunkan masjid dikuburan”. Lihat ziarah kubur m/s 106. Tetapi Ibnu Taimiyyah tidaklah sedahsyat Wahabi yg telah berjaya mempraktikkan seluruh idea tersebut. Sekarang marilah kita meneliti matan- matan hadis tersebut sehingga jelas kandungan maksudnya yang sebenar. Hal ini penting yg perlu diperhatikan, sebagaimana kita boleh mendapatkan penerangan bagi kesamaran sesuatu ayat Al-Quran dengan menafsirkannya dengan berdasarkan ayat yg lain, begitu pulalah hadis kita dapati penjelasan sesuatu kesamarannya dengan meneliti tafsirannya pada hadis yg lain. Wahabi dengan kebiasaannya berpegang pada zahir sesuatu hadis, beranggapan bahawa seluruh pembinaan kubah atau masjid di samping makam adalah terlarang dan haram hukumnya sehingga dikatakan syirik. Padahal jika mereka mengumpulkan semua hadis berkenaanNya nescaya akan diketahui maksud Nabi dengan larangan dan laknat pada hadis- hadis tersebut. Untuk mengetahui maksud hadis tersebut secara benar, kita mestilah mengetahui apakah yg telah dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani terhadap Makam Nabi-Nabi mereka. Nabi melarang kita berbuat seperti mana halnya perbuatan Yahudi dan Nasrani tersebut dan ianya akan menjadi jelas bentuk larangan dan maksudnya jika kita mengetahui isi perbuatan mereka itu. Dalam hadis- hadis tersebut terdapat bukti bahawa mereka menjadikan Makam- Makam Nabi mereka sebagai KIBLAT . Mereka meninggalkan kiblat yg sebenarnya , lebih jauh daripada itu sebagai mengganti penyembahan terhadap Allah , mereka menyembah Nabi- Nabi mereka, atau paling tidak, mereka menjadikan Nabi- Nabi mereka sebagai SEKUTU TUHAN dalam sembahan. Jika maksud hadis itu adalah larangan menjadikan makam mereka sebagai kiblat atau menjadi sekutu Allah dalam sembahan, Maka tidak menjadi alasan sama sekali berdalil dengan hadis- haids tersebut untuk mengharamkan kubah dan masjid yg dibina di atas atau disisi kubur. Para penziarah tidak pernah menjadikan Makam Para Sahabat dan Tabiin dan Para Ulamak di Ma’la dan Baq`i sebagai tempat sembahan, mereka menyembah Tuhan yg Esa dan menghadap Kaabah ketika sembahyang. Para penziarah yg tentunya terdiri bukan saja daripada awam muslimin bahkan dikalangan Sahabat, Tabi’in , dan Ulamak Solihin , tidak pernahlah tertipu dengan dakwaan Wahabi menziarahi dan membina kubah di kuburan sebagai menyembah kuburan . Ini jelas jika kita memerhatikan pengebumian jenazah didalam masjid atau binaan telah berlaku sejak zaman Rasulullah As Samhudi dalam Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 97 “ ketika Fatimah binti Asad meninggal dunia, Nabi memerintahkan menguburkannya di sebuah masjid dan sekarang dikenali sebagai Makam Fatimah. Samhudi juga berkata Mus` ab bin Umair dan Abdullah bin Jahsi telah dimakamkan di masjid yg dibina di atas Makam Hamzah Radiallahuanhu”. Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 922 dan 936. Rasulullah sendiri ,telah di Makamkan didalam binaan , yaitu Hujrah Sayyidatina A’yisah Ra, anha dengan Ijmak Para Sahabat Ra,anhum. Dan berbagai lagi dalil yg didapati mengharuskan pembinaan Kubah diatas Makam. Sebahagian Ulamak telah mengemukakan 15 dalil dan hujjah keharusan membina Kubah dan Masjid disisi Makam. Berbalik kepada makna perbahasan hadis tersebut, marilah kita memerhatikan beberapa riwayat hadis sahih yg menjadi tafsiran kepada beberapa hadis yg menjadi dalil kepada Wahabi tersebut. Di antara riwayat hadis tersebut adalah seperti berikut Riwayat hadis Muslim yg keempat hadis yg keempat menjadi penjelasan kepada hadis- hadis yg sebelumnya. Iaitu ketika dua isteri Nabi mengatakan mereka menyaksikan lukisan – lukisan Nabi di dalam gereja Habshah, lantas Nabi bersabda “ Mereka adalah orang- orang yg apabila, orang soleh dikalangan mereka meninggal dunia lantas mereka membuat masjid atasnya dan melukis lukisan- lukisannya di masjid tersebut.” Tujuan meletakkan lukisan di sisi makam mereka adalah untuk bersujud dengan menjadikan lukisan dan makam mereka sebagai kiblat, lebih jauh mereka menjadikan lukisan dan makam sebagai berhala yg disembah. Kemungkinan ini perlu di perhatikan sebab orang –orang Nasrani memiliki kecenderungan yg sangat untuk menyembah manusia dan patung. Dengan adanya kemungkinan yg kuat ini adalah keliru menggunakan hadis- hadis yg tersebut sebagai dalil pengharaman pembinaan masjid diatas atau disebelah makam- makam yg terlepas daripada penyalahgunaan tujuan pembinaannya semacam ini Imam Ahmad didalam Musnad beliau jilid 3 m/s 248, dan Imam Malik didalam Al- Muwatak, kedua Beliau ini telah meriwayatkan daripada Nabi setelah Baginda melarang penyalah gunaan tersebut lalu berdoa” Ya Allah , janganlah kau jadikan KUBURKU sebagai BERHALA yg disembah”. Ayat doa daripada Nabi ini jelas menunjukkan bahawa kesalahan terletak pada memperlakukan kuburan seperti berhala atau kiblat. Hadis Siti Aishah yg kedua, menjelaskan kebenaran ini iaitu setelah menukilkan hadis tersebut daripada Nabi kemudian Siti Aishah berkata “ Jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi dijadikan masjid , nescaya kaum Muslimim akan menampakkan Makamnya tidak menaruh tutupan disekitarnya hanya saja saya khuatir, jika dinampakkan akan di jadikan Masjid.” Jelaslah bahawa tutupan atau penghalang atau tembok yg dibina adalah untuk mencegah orang daripada mendirikan sembahyang diMakam atau menjadikannya berhala atau kiblat. Bukan bermakna semata-mata muthlak larangan membina Masjid sebagaimana yg difahamkan oleh Wahabi. Ini bukanlah satu takwil atau tafsiran yg disangka oleh Wahabi, sebagai menyeleweng daripada maksud sebenar yg mereka jadikan dalil, larangan pembinaan masjid dan kubah disisi makam. Al Allaamah Sindi dalam Ta’liq beliau pada Sunan Nasa i, jilid 2 m/s 41 telah menafsirkan larangan yg dimaksudkan dengan catitan yg bermaksud “Beliau mencegah umatnya daripada perbuatan Yahudi dan Nasrani, kerana mereka sujud di kuburan Nabi- Nabi mereka dengan mengagung- agungkanNya dengan menjadikanNya KIBLAT. Kita perhatikanlah akibat daripada tutupan dari tembok yg terbina di makam Nabi 1 Mencegah orang –orang menjadikannya sebagai berhala dan disembah. Dengan adanya penghalang/ tutupan mereka tidak dapat lagi melihat makam dan dijadikannya sebagai sembahan berhala. 2 Mencegah orang – orang menjadikan makam sebagai kiblat, didalam hal ini menjadikan kiblat bererti melihat makam. Kiblat disini bukanlah bermaksud Ka’bah baik dilihat mahupun tidak, sebab Ka’bah adalah Kiblat rasmi Muslimin sedunia. Adapun menjadikan makam sebagai kiblat, maka khusus bagi mereka yg mendirikan sembahyang didalam Masjid Baginda Penyelewengan- penyelewengan sedemikian lebih mungkin terjadi apabila Makam telah ternampak sebagaimana dikhuatirkan oleh Siti Aishah Ra, ha.. 3 Para pensyarah Kitab Sahih Bukhari dan Muslim menafsirkan hadis tersebut seperti yg kita huraikan. Tidaklah kita menyelewengkan sedikitpun tafsiran seperti yg telah didakwa oleh Wahabi. Imam Al Qastalani didalam Kitab Irsyad AsSari syarah Sahih Bukhari berkata, ”Orang- orang Yahudi dan Nasrani, untuk menghidupkan peringatan pada sesepoh orang-orang tua mereka , memasang lukisan disisi makam- makam mereka dan menyembah Allah disebelahnya. Namum para penerus setelah mereka kerana godaan syaitan, menyembah lukisan tersebut.” Kemudian Al Qastalani menukilkan dari Tafsir Baidhowi, “ Dikeranakan kaum Yahudi dan Nasrani bersujud di Makam Nabi mereka untuk mengagungkannya serta menjadikannya sebagai berhala maka kaum Muslimin dilarang daripada melakukan hal seperti itu. Adapun jika seseorang , atas dasar ingin bertabarruk membangun masjid disebelah Makam Orang Soleh, bukan untuk menyembahnya dan bukan nya untuk menghadapnya ketika sembahyang, maka ia tidak termasuk didalam ancaman ini.” Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab Fathul Bari mendokong Tafsiran ini dan berkata, “ Yg dilarang adalah kondisi kubur, seperti yg berlaku dikalangan Ahli Kitab, jika BUKAN DEMIKIAN MAKA TIDAK DILARANG.” Dalam syarah Muslim m/s 13 juzuk 5 Darul Saqafiah Al- Arabiah Fil Bait, Imam Nawawi mengkomentari hal ini dengan berkata, “ Sesungguhnya Nabi melarang umatnya dari menjadikan makam beliau dan makam lain beliau sebagai masjid, hal itu dikeranakan agar Muslimin tidak berlebih- lebihan dalam mengagungkan sehingga terfitnah dengannya, maka barangkali membawa kepada kekufuran SEBAGAIMANA YG TELAH BERLAKU PADA KEBANYAKAN PADA UMAT- UMAT YG TERDAHULU. Ketika berhajat Para Sahabat Radiallahu ta’ala dan Para Tabi’in membesarkan masjid bila mana muslimin bertambah ramai, dan bertambah melebar luas masjid sehingga termasuklah rumah para Ummahatul Mukminin didalam masjid dan sebahagian daripadanya ialah bilik Siti Aishah R,anha yg dimakamkan didalamnya Rasulullah dan Dua Orang Sahabat Baginda, mereka Para Sahabat dan Tabiin telah membina benteng tinggi yg bulat mengelilingi makam agar tidak kelihatan dari masjid, yg mana mungkin menyebabkan bersembahyang BAGINYA MENGHADAPNYA OLEH ORANG- ORANG AWAM YG MEMBAWA KEPADA PERKARA YG TERLARANG. Kemudian mereka juga membina dua dinding di dua tiang kubur dipihak kiri dan tepi keduanya hingga bertemu, sehingga tidak memungkinkan seseorang menghadap ke arah kubur. Kerana sebab inilah apa yg telah disabdakan oleh Nabi didalam hadis. Perkataan Siti Aishah mengisyaratkan kenyataan ini, “ Jikalau tidaklah demikian itu , nescaya dinyatakan kelihatan kuburnya Nabi hanyalah kerana ditakuti bahawa dijadikan dia masjid.” Waallhu taala bi sawab Pensyarah lain pula berkata, perkataan Siti Aishah adalah berkaitan dengan masa sebelum perluasan masjid. Adapun setelah perluasan masjid dan biliknya dimasukkan didalam masjid , maka bilik tersebut dijadikan berbentuk segitiga hingga orang tidak sembahyang dimakam Nabi Kemudian berkata pensyarah tersebut , golongannya Nasrani dan Yahudi menyembah Para Nabi disebelah makam mereka dan menjadikan mereka sebagai sekutu Allah. Dengan konteks dan pemahaman para pensyarah hadis tersebut , tidak memungkinkan adanya permahaman – pemahaman yg lain dan mereka berfatwa pula dengannya. Jikalau Wahabi ingin berbahas dengan matan hadis secara ilmu mengikut mantik , balaghah dan nahu saraf dan alat- alatnya dipersilakan jika mereka mahu berbuat demikian. InsyaAllah sekadar yg kefahaman yg dianugerahkan Allah akan kita sambut dengan senang hati. Sekarang kita berpaling dari konteks pemahaman hadis tersebut, dan menghuraikan permasalahan di sudut yg lain pula. Bahawa hadis tersebut berkenaan dengan masjid dan kubah yg dibangunkan diatas kuburan . Ini adalah hal yg berkaitan dengan bangunan dan kubah diatas makam yg mulia. Sedangkan dikebanyakan tempat yg dijumpai , masjid dibangun disebelah makam para Imam, seperti Imam Syafi`e, Sheikh Abdul Qadir Jalani dan ada yg terpisah bangunan masjid dari kuburnya dan ada yg dipisahkan oleh bilik yg khas . Maka dalam konteks Pembinaan Masjid yg terlarang ,jika menurut kefahaman wahabi ,adalah tidak termasuk dalam kategori tersebut. Bagaimana boleh kita katakan , membina masjid disamping kuburan hukumnya haram, kerana semua orang menyaksikan masjid Nabi berada disamping makam beliau. Jika dikatakan Masjid Nabi hukumnya adalah khusus pada masjid Nabi sahaja, dan pula terbina Masjid Nabi saw lebih dahulu dari adanya Makam Baginda saw. Maka dijawab Dimana diambil dalil pengkhususan dan pengecualian tersebut jika hanya berdasarkan hadis-hadis yg telah dibahaskan tersebut yg dilalahnya menunjjukkan keumuman larangan?. Mengapa Makam Kedua Sahabat termasuk dalam binaan,padahal keduanya bukan Nabi?. Dan jika terdahulunya terbina Masjid dari keberadaan Makam sebagai hujjah ,mengapa sahabat memahamkam boleh dibinakan Masjid sehingga meliputi Makam ?. Jika para sahabat, merupakan teladan yg harus diikuti, kenapa didalam masalah ini kita membantahi mereka?. Mengapa mereka membiarkan saja kehendak Saidina Abu Bakar dan Umar rahuma untuk di semadikan di binaan bersama Nabi saw?. Mereka yg telah memperluaskan masjid hingga makam Nabi dan sahabatnya berada ditengah- tengah masjid. Jika benarlah membangunkan masjid disisi makam tidak dibolehkan, mengapakan muslimin memperluaskan masjid Nabi dari semua arah sehinggakan makamnya berada ditengah- tengah. Adakah mereka dikata kan tidak faham atau tidak menghiraukan kebimbangan Siti Aisyah rha.?. Atau membantahi Rasul Nya Padahal dahulunya masjid berada disudut timur makam, dikeranakan perluasan, bahagian barat dan hadapan termasuk didalam masjid. Mengapa tidak diperluaskan hanya arah yg tidak melibatkan Makam?. Sebenarnya riwayat tersebut hanya menjelaskan kepada kita bahwa Nabi saw melarang pembangunan masjid diatas atau disisi makam/ kubur. Tetapi tidak ada dalil yg pasti, menunjukkan larangan tersebut adalah haram. Itu pun hanya berdasarkan illah-illah yg tertentu. Adalah kemungkinan larangan tersebut adalah bererti Tanzih atau makruh, sebagaimana yg telah ditafsirkan oleh Al Bukhari didalam bab “Dimakruhkan membuat masjid diatas kuburan”. Sahih Bukhari jilid m/s 111. Soalnya mengapakah hanya Hukum Makruh yg dicatit Al Bukhary ,tidak Haram?. Tentulah ada sesuatu sebab sehingga terjadinya penghukuman yg tidak putus keharamannya, sebagaimana yg dibahas dalam Ilmu Usul Fiqah. . Wahabi telah mencari dalih untuk menghancurkan kubah di Ba`qi dengan alasan bahawa tanah di Ba`qi adalah tanah wakat, dengan sedemikian semestinya segenap inci digunakan . Segala sesuatu yg bersifat kekal mestilah di hapuskan termasuklah bangunan di atas makam keluarga Rasullah kerana hal tersebut mengurangi manfaat tanah wakaf tersebut. Jadi kesemua tiang , tembok , bangunan, tembok kubah pada makam- makam semestinya di hilangkan agar maksud terlaksana. Ini hanyalah helah Wahabi , realitinya jika tidak berdalil pun ,mereka akan menghancurkan semahunya. Kerana dasar inilah mereka mencari dalil dan mendakwa tanah di Ba`qi adalah wakaf, padahal itu adalah prasangka sahaja. Tidak ada kitab sejarah atau hadis, tanah Ba`qi adalah wakaf, yg ada memperkirakan Ba`qi sebagai tanah yg mati. Masyarakat Madinah memakamkan ahli mereka disana. As Samhudi didalam Wafaul Wafa menulis, bahwa orang pertama dimakamkan di Ba`qi adalah Usman bin Maz`un. Ketika putera Nabi Saidina Ibrahim wafat, Baginda memerintah agar dikebumikan disebelah Usman bin Maz`un. Mulai saat itu orang memakamkan mayat mereka di Ba`qi. Mereka menebang pokok- pokok dan membahagikan tempat untuk kabilah mereka . Selanjutnya dikatakan bahawa di tanah Ba`qi terdapat pokok yg bernama Gharqad adalah pokok yg terdapat dipadang pasir di Madinah dan tumbuhnya dijarak yg berjauhan . Dari kenyataan tersebut, Ba`qi adalah tanah mati, bukannya tanah wakaf. Dikeranakan makamnya seorang sahabat disana, orang- orang menjadikan kuburan. Samhudi juga meriwayatkan Nabi juga memakamkan tubuh Saad bin Mu`az di rumah Ibnu Aflah yg mempunyai KUBAH dan BANGUNAN di Ba`qi. Wafaul Wafa jilid 2 m/s 84. Wallahu a’lam
Atasdasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram". Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut:
Perihal meninggikan kuburan dengan memplesternya dengan semen kemudian membuatnya menjadi permanen, atau membangun sebuah bangunan, entah itu sebuah kamar, atau kubah diatasnya adalah perkara yang telah disepakati ke-Makruh-annya oleh ulama 4 madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali.[1]Tidak ada satu madzhab pun yang mengatakan bahwa itu sebuah keharaman, 4 madzhab fiqih menghukumi sebagai perkara yang makruh. Dalil kemakruhan yang dipakai oleh 4 madzhab tersebut ialah hadits riwayat Imam Muslim dan juga Imam Tirmidzi dari sahabat Jabir bin Abdullahنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ"Rasul saw melarang untuk meninggikan/memplester kuburan dan memabangun diatasnya sebuah bangunan" HR MuslimDalam riwayat Imam Tirmidzi ada tambahan [أن يكتب عليع] "dan juga dilarang utuk menuliskan sesuatu diatasnya" HR TirmidziMungkin menjadi pertanyaan, dalam redaksi haditsnya itu ada pelarangan, dan pelarangan dalam teks syar'i itu mengandung sebuah keharaman. Kenapa para ulama tidak mengharamkan itu?Alasannya bahwa memang ada pelarangan untuk itu, akan tetapi ummat ini telah ber-Ijma' atas kebolehannya menguburkan Nabi Muhammad saw dalam sebuah kamar, yaitu kamar 'Aisyah, dan tidak ada satu pun ulama yang menyanggahnya. Kalaupun ini dilarang pastilah akan ada yang pelarangn yang ada dalam redaksi hadits itu telah dipalingkan menjadi sebuah ke-makruh-an saja. Namun dalam penerapannya, walaupun memang semua sepakat bahwa itu makruh, masing-masing madzhab punya pendapat kadar makruh yang hasyiyah-nya, Imam Ibnu Abdin dari kalangan Hanafiyah menyatakan kebolehan dan tidak Makruh, terlebih jika itu adalah kuburan para syuhada', orang sholeh dan para guru yang khawatir akan ada pencurian atau pengrusakan, atau bahkan hilang. Sebagaimana juga disampaikan oleh Imam Al-Dimyathi dari kalangan syafiiyah dalam kitabnya Hasyiyah I'anah Al-Tholibin.[2]Dan itu adalah upaya yang baik Hasan, dan semua orang melihatnya sebagai sebuah kebaikan. Dan Rasul saw melalui sahabat Ibnu Mas'ud mengatakanمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ"Apa yang manusia nilai sebagai sebuah kebaikan, maka itu juga baik menurut pandangan Allah saw" [3]Haram Jika di Pemakaman UmumSetelah bersepakat bahwa meninggikan atau mendirikan bangunan adalah sebuah ke-Makruh-an, ulama 4 madzhab pun bersepakat atas keharaman meninggikan dan membangun di atas kuburan sebuah bangunan baik itu kamar, kubah atau pun tenda, jika itu berada di tanah Musabbalah [مسبلة].Tanah Musabbalah [مسبلة] ialah tanah atau kawasan yang memang orang biasa menguburkan mayyit disitu, artinya ialah pemakaman umum.[4]Konklusinya bahwa ulama sepakat bahwa meninggikan kuburan dan membangun di atasnya sebuah bangunan itu hukumnya makruh jika makam itu berada di tanah milik sendiri. Dan menjadi haram hukumnya jika makam itu berada di pemakaman umum yang di kiri serta kanannya banyak kuburan saudara muslim lainnya.[5]Imam Al-Mardawi mengutip perkataan Abu Al-Ma'ali dari kalangan Hanbali bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan yang ada di pemakaman umum itu mengagngu dan membuat penyempitan yang sama sekali tidak sejatinya pemakaman umum itu disediakan untuk memakamkan mayit, dan bukan untuk dibangun yang akhirnya membuat sempit. Imam Taqiyudin dari kalangan hanbali juga mengatakan bahwa yang mendirikan bangunan di makam yang berada di pemakaman umum itu adalah Ghosib tukang rampas hak orang lain.[6]Harus DihancurkanMadzhab Syafi'i dan Maliki, selain mengharamkan pendirian bangunan di atas makam yang berada di pemakaman umum, kedua madzhab ini juga menambahkan sebuah ketentuan lain, yaitu wajib dihancurkan.[7]Jadi, kalau memang ada yang mendirikan bangunan entah itu kubah, kamar atau tenda di atas makam yang berada di pemakaman umum, maka wajib dihancurkan bangunan tersebut sampai tak Syafi'i mengatakan sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu'ورأيت من الولاة من يهدم ما بني فيها قال ولم ار الفقهاء يعيبون عليه ذلك ولان في ذلك تضييقا علي الناس"Dan aku melihat para imam pemimpin menghancurkan bangunan-bangunan di pemakaman umum, dan aku tidak melihat para ahli fiqih mencela perbuatan imam itu. Itu karena bangunan tersebut membuat sempit bagi yang lain"[8]Pandangan Masing-Masing MadzhabSecara umum sebagaimana dikatakan diatas bahwa meninggikan atau mendirikan bangunan di atas kuburan itu hukumnya haram jika berada di pemakaman umum. Dan makruh jika di tanah selain pemakaman umum, namun kadar ke-makruh-an setiap madzhab berbeda. Berikut penjelasannyaMadzhab HanafiImam Abu Hanifah memandang bahwa mkaruh hukumnya meninggikan atau juga membangun sebuah bangunan diatas kuburan, entah itu sebuah kamar atau juga kubah. Menjadi haram kalau diniatkan sebagai penghiasan, atau juga sebagai pamer atau itu sama saja seperti menghias kuburan, dan menghias kuburan adalah perbuatan menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak syari' tetapi dalam hasyiyah-nya, Imam Ibnu Abdin membolehkan jika tidak ada unsur itu semua, terlebih jika itu adalah kuburan orang sholeh dan para guru yang khawatir akan ada pencurian atau pengrusakan, atau bahkan itu adalah upaya yang baik Hasan, dan semua orang melihatnya sebagai sebuah kebaikan. Dan Rasul saw melalui sahabat Ibnu Mas'ud mengatakanمَا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ"Apa yang manusia nilai sebagai sebuah kebaikan, maka itu juga baik menurut pandangan Allah saw" [9]Madzhab MalikiSama seperti pendahulunya, Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki juga menghukumi haram jika memang pembangunan itu diniatkan sebagai ajang pamer dan menyombongkan mayit atau keluarga si mayit. Imam Al-Dasuqi mengatakanالْبِنَاءُ عَلَى الْقَبْرِ أَوْ حَوْلَهُ فِي الأَرَاضِي الثَّلاثَةِ - وَهِيَ الْمَمْلُوكَةُ لَهُ وَلِغَيْرِهِ بِإِذْنِ وَالْمَوَاتُ - حَرَامٌ عِنْدَ قَصْدِ الْمُبَاهَاةِ وَجَائِزٌ عِنْدَ قَصْدِ التَّمْيِيزِ وَإِنْ خَلا عَنْ ذَلِكَ كُرِهَ"memagari atau mendirikan bangunan di atas kuburan atau sekitarnya di 3 tanah milik sendiri / milik orang lain dengan izin / pemakaman umum adalah haram jika diniatkan untuk ajang pamer dan kesombongan. Dan boleh jika sebagai penanda agar tidak hilang, dan kalu tidak ada unsur itu semua, maka hukumnya makruh"[10]Madzhab Syafi'iMadzhab Syafi'i dalam hal ini mempunyai 2 riwayat perihal hukum meninggikan kuburan atau mendirikan bangunan di atasnya, yaitu Mubah boleh dan juga makruh. Namun pendapat yang mengatakan makruh lebih kuat sebagai pendapat madzhab. Imam Nawawi mengatakanقال اصحابنا رحمهم الله ولا فرق في البناء بين ان يبنى قبة أو بيتا أو غيرهما ثم ينظر فان كانت مقبرة مسبلة حرم عليه ذلك قال اصحابنا ويهدم هذا البناء بلا خلاف"Para sahabat kami –rahimahumullah- ulama syafiiyah berkata tidak ada bedanya dalam hal bangunan di atas kuburan, baik itu kubah atau rumah atau selain keduanya hukumnya tetap makruh, namun ditinjau. Kalau itu di pemakaman umum, maka hukumnya haram. Para sahabat kami berkata wajib dihancurkan tanpa ada perbedaan"[11]Madzhab Hanbaliوَأَمَّا الْبِنَاءُ عَلَيْهِ فَمَكْرُوهٌ , عَلَى الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ , سَوَاءٌ لاصَقَ الْبِنَاءُ الأَرْضَ أَمْ لا , وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الأَصْحَابِImam Al-Mardawi dalam Al-Inshof "Adapun mendirikan bangunan, makruh hukumnya. Dan ini pendapat madzhab yang sah. Baik itu bangunan menempel dengan tanah atau tidak sama saja"[12]Beberapa ulama dari kalangan Hanabilah mengatakan bahwa yang dilarang membuat bangunan itu ialah larangan membuat sebuah masjid atau semisalnya yang mempunyai untuk menjadi tempat sholat. Bukan larangan membuat kamar atau tenda atau juga ini sejalan dengan hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang pelaknatan orang-orang Yahudi karena menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai tempat sesembahan,لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ"Allah melaknat orang-orang Yahudi karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud" HR MuslimWallahu A'lam[1] Hasyiyah Ibnu 'Abdin 1/601, Hasyiayh Al-Dasuqi 1/424-425, Al-Majmu' 5/296, Al-Inshof 2/549-550, Kasysyaful Qina' 2/139[2] Hasyiyah Ibnu 'Abdin 1/601, Hasyiyah I'anah Al-Tholibin 2/120[3] Hasyiyah Ibnu 'Abdin 1/601[4] Hasyiyah Qolyubi wa 'Umairoh 1/350[5] Hasyiyah Ibnu 'Abdin 1/601, Hasyiayh Al-Dasuqi 1/424-425, Al-Majmu' 5/296, Al-Inshof 2/549-550,[6] Al-Inshof 2/549-550[7] Hasyiayh Al-Dasuqi 1/424-425, Hasyiyah Qolyubi wa 'Umairoh 1/350, Hasyiyah I'anah Al-Tholibin 2/120[8] Al-Majmu' 5/298[9] Hasyiyah Ibnu 'Abdin 1/601[10] Hasyiayh Al-Dasuqi 1/424-425[11] Al-Majmu' 5/298[12] Al-Inshof 2/549-550
Bukuini menguatkan pendapat al-A'zami yang mengatakan bahwa manhaj Muhaddithin Mutaqaddimin dan Muta'akhkhirin telah terbukti kehandalannya dan mampu menyingkirkan hadis-hadis lemah dan palsu. Ulumul Hadis Dan Sejarah Perkembangan Pemikiran Pada Periode Klasik. by Hafifah Anggriyani. Download Free PDF Download PDF Download Free PDF
Web server is down Error code 521 2023-06-15 220543 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d7e1db7b9541cd2 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
VvQ2J. e0yhbjgooz.pages.dev/142e0yhbjgooz.pages.dev/12e0yhbjgooz.pages.dev/216e0yhbjgooz.pages.dev/307e0yhbjgooz.pages.dev/5e0yhbjgooz.pages.dev/296e0yhbjgooz.pages.dev/5e0yhbjgooz.pages.dev/115e0yhbjgooz.pages.dev/229
membangun kubah diatas kuburan adalah haram ini keyakinan kaum